Resolusi Jihad NU: Integrasi Antara Kyai, Hizib, dan Semangat Perjuangan Santri

Posted by Asrofi on Oktober 23, 2024 in | No comments

Oleh: Izhab Abidin (Wakil Ketua LakpesdamNU Kab. Blitar)


Hari santri yang ditetapkan presiden jokowi melalui (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 pada 15 Oktober 2015 yang kemudian diperingati oleh seluruh santri setiap tanggal 22 oktober. dan Kita hari ini memperingati Hari santri dengan duduk, ngopi tersenyum dan tertawa sambil menikmatinya. Alhamdulillah, kita dihidupkan pada tahun peringatan, bukan peristiwa. Beda kalau kita dihidupkan pada masa resolusi jihad --- yang kemudian saya membayangkan --- bagaimana rasanya ditindas penjajah, nyawa diujung tanduk, dan itu bukan karnaval 17 Agustusan. 

Masa itu betul-betul gelut adep adepan,  musuhnya senjata modern ”bedil serba otomatis”  sedang  para mujahid berbekal bambu runcing dan sebagian tetep membawa “gembolan” [1]. Itulah kenapa kita alhamdulillah dan harus selalu bersyukur dihidupkan oleh Allah dimasa peringgatan. 
 
tentara Sekutu, yang didalamnya ada tentara belanda, mendarat di Jakarta dan kota-kota besar lainya di Indonesia. Hendak kembali menduduki Indonesia dalam Agresi Militer Belanda II pasca kekalahan Jepang oleh Sekutu.

Bung karno menghitung, secara matematis ketika terjadi peperangan bisa dipastikan Indonesia kalah dan banyak korban serta kerugian finansial. Karena persenjataan mereka jauh lebih canggih dan modern serta prajurit yang terlatih. 

Atas saran Jendral Sudirman, kemudian Bung Karno mengirim utusan ke Jombang sowan ke kediaman Hadratussyeikh K.H Muhammad Hasyim Asy'ari untuk meminta fatwa tentang peperangan. Sebagai seorang kiai, Hadratussyekh Hasyim Asy’ari cukup mumpuni dalam strategi perang.
 
Kemudian Kiai Hasyim Asy’ari menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda kedua. Sebelumnya, pada 19 September 1945 banyak orang rela mati dalam peristiwa penyobekan bagian biru dari bendera Belanda [merah, putih, biru] di Hotel Yamato Surabaya. Sebelum datang Tentara Inggris pimpinan  Jenderal A.W.S. Mallaby, para santri merasa tentara asing akan datang dan perang tak bisa dihindarkan. 
 
Martin van Bruinessen[2] mencatat, pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945, wakil-wakil cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya dan menyatakan perjuangan kemerdekaan sebagai jihad (perang suci). K.H. Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) menjelaskan bahwa hampir bersamaan ketika terjadi perlawanan dahsyat dari laskar santri dan rakyat Indonesia di Surabaya pada 10 November 1945, rakyat Semarang mengadakan perlawanan yang sama ketika tentara Sekutu juga mendarat di ibu kota Jawa Tengah itu. Dari peperangan tersebut, terjadilah peperangan di daerah Jatingaleh, Gombel, dan Ambarawa antara rakyat Indonesia melawan Sekutu. 
 
Kabar terjadinya peperangan di sejumlah daerah tersebut juga tersiar ke daerah Parakan[3]. Dengat niat jihad fi sabilillah. Laskar Hizbullah dan Sabilillah Parakan ikut bergabung bersama pasukan lain. Setelah berhasil bergabung dengan ribuan tentara lain, mereka berangkat ke medan pertempuran di Surabaya, Semarang, dan Ambarawa. 
 
Sebelum berangkat, mereka sowan terlebih dahulu ke K.H. Subchi[4] Kawedanan Parakan meminta "disuwuk" atau digembleng dalam rangka mengisi dan memperkuat diri oleh berbagai macam ilmu kekebalan serta do’a restu. Kemudian Kiai Subchi memberikan bekal berupa doa kepada barisan Hizbullah dan Sabilillah.
 
Didorong semangat jihad yang digelorakan oleh Kiai Hasyim Asy’ari melalui Resolusi Jihad NU serta kesadaran agar terlepas dari belenggu penjajahan untuk masa depan anak dan cucu.  

K.H Subchi Parakan Temanggung
 
Wilayah Parakan, Temanggung adalah sima atau semacam tanah hibah bahasa lainya tanah pardikan pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di sebelah tenggara Parakan.

Pada zaman penjajahan dulu daerah Parakan terkenal dengan senjata bambu runcing, senjata yang digunakan pejuang rakyat saat itu. Salah satu tokoh penggerak para pejuang pada masa itu adalah K.H. Subchi (nama aslinya ‘Subuki’) yang dijuluki ‘Jenderal Bambu Runcing’ sedangkan tokoh-tokoh yang lain di antaranya Sahid Baidlowi, Ahmad Suwardi, Sumo Gunardo, Kyai Ali, H. Abdurrahman, Istachori Syam'ani Al-Khafidz, dan masih banyak lagi yang lain.

Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.
Meski sudah sepuh (90 tahun), solah bowo Kiai Subchi masih sigap dan cekatan. Badannya tegap, besar, dan tinggi. Pendengaran dan penglihatannya masih awas (jelas), bahkan gigi-giginya masih utuh dan kukuh. Begitulah karakteristik fisik seorang pendekar.
 
K.H. Manshur Pucungsari Blitar

Di antara tokoh yang sumbangsihnya tidak tercatat dalam sejarah adalah KH Manshur. Beliau adalah Kiai Pucung bin Kiai Abu Manshur (Kiai Thoya) dan merupakan putra ketujuh dari sembilan bersaudara. Terlahir kira-kira tahun 1881, dan wafat 1964.

Dalam banyak keterangan, Kiai Manshur adalah teman KH Bisri Syansuri (Denanyar) dan KH Abdul Wahab Chasbullah (Tambakberas) ketika nyantri ke mahaguru para kiai, yakni Syaikhona Kholil Bangkalan. Juga sebagai sahabat dekat dari Mbah Fattah Mangunsari ketika nyantri di Mbah Zainudin Mojosari Nganjuk. Beliau saudara ipar Mbah Abd. Karim, Mbah Ma’ruf Kedunglo, dan Kiai Dahlan Jampes yang sama-sama menjadi menantu Mbah Soleh Banjar Mlati.

Kiprah K.H. Manshur dalam perjuangan kemerdekaan cukup memiliki peran penting, Bahkan yang bersangkutan diberi tugas khusus oleh K.H Hasyim Asy'ari untuk menggembleng/ sekaligus “mengisi” pejuang untuk zona Blitar dan sekitarnya. Di antara santri Kiai Manshur yang dikenal masyarakt adalah Gus Maksum dan Kiai Idris Lirboyo yang masih terhitung cucu dari jalur istri. Tak mengherankan jika ijazah Dalail Khairat keduanya memang diambil sanad pada Kiai Manshur Kalipucung Blitar. Beliau wafat kira-kira dalam usia 84 tahun dan dimakamkan di desa Kalipucung Sanan Kulon Blitar.
 
Peran “Penyuwuk” dan Hizib Bagi Santri Ketika Berjuang

Hizib sebagai kumpulan doa dan zikir, memiliki peran yang sangat penting dalam konteks perjuangan melawan penjajah di Indonesia. Dalam sejarah, hizib digunakan oleh para santri dan ulama sebagai sarana untuk mendapatkan kekuatan spiritual dan perlindungan dalam menghadapi musuh. 

Hizib berasal dari bahasa Arab yang berarti "kelompok" atau "kumpulan". Dalam konteks spiritual, hizib merujuk pada bacaan doa yang memiliki tujuan tertentu. Sering kali untuk memohon perlindungan dan kekuatan dari Allah SWT. Hizib Nashar, salah satu hizib yang terkenal, dikenal sebagai penangkal musuh dan penguat iman bagi para pengamalnya[5].

Sebelum terjun ke medan perang, para santri sering melakukan pembacaan hizib untuk mempersiapkan diri secara spiritual. Pembacaan hizib ini tidak hanya memberikan ketenangan batin tetapi juga meningkatkan keyakinan mereka dalam menghadapi tantangan. Dalam konteks Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh Nahdlatul Ulama (NU), hizib menjadi bagian integral dari ritual yang dilakukan sebelum berperang.

Hizib berperan sebagai benteng spiritual bagi para santri dalam peperangan melawan penjajah. Melalui pembacaan hizib, mereka mendapatkan kekuatan dan perlindungan dari Allah SWT, serta semangat juang yang tinggi. Dalam konteks Resolusi Jihad NU, hizib menjadi simbol perjuangan yang mengintegrasikan aspek spiritual dengan taktik pertempuran. Dengan demikian, praktik hizib tidak hanya memperkuat iman tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, banyak contoh di mana hizib dibaca sebelum pertempuran dimulai. Misalnya, saat Laskar Hizbullah bersiap untuk bertempur di Surabaya dan Ambarawa, mereka melakukan pembacaan hizib untuk mendapatkan keberkahan dan perlindungan. Doa-doa ini diyakini dapat mendatangkan pertolongan ilahi dalam situasi sulit.

Hizib tidak hanya berfungsi sebagai alat spiritual tetapi juga terintegrasi dengan strategi perang. Para pemimpin seperti K.H. Hasyim Asy'ari menggunakan hizib untuk membangkitkan semangat juang para santri dan mengarahkan mereka dalam taktik pertempuran yang efektif. Dengan demikian, hizib menjadi bagian penting.

Selain Mbah Subuki dan Mbah Mansur, banyak kyai-kyai yang melambari para pejuang dengan hizib serta do’a. Seperti Kyai Abbas Buntet, dikenal sebagai salah satu ulama yang memberikan asma' (hizib) kepada pasukan sebelum pertempuran. Doa yang diberikan oleh Kyai Abbas menjadi sumber motivasi bagi para santri yang terlibat dalam pertempuran.

Kyai Hamid Babakan juga salah satu tokoh ulama yang terlibat dalam strategi perlawanan di Surabaya. Bersama Kiai Hasyim Asy'ari dan Kyai Abbas, ia membantu mengatur taktik pertempuran untuk melawan penjajah. Kyai Dalhar Watucongol dikenal karena perannya dalam menyebarkan hizib Nashar. Kiai Dalhar juga berkontribusi dalam memberikan kekuatan spiritual kepada para pejuang melalui doa-doa yang dibacakan. TG.KH M. Zainuddin Abdul Majid dengan hizib Nawawinya.

Para kiai ini tidak hanya berperan sebagai pemimpin spiritual tetapi juga sebagai penggerak fisik dalam perjuangan melawan penjajah, memadukan kekuatan doa dan semangat juang para santri dengan senjata tradisional seperti bambu runcing.

Relosusi Jihad Baru

Dalam era modern saat ini, dengan derasnya aliran informasi yang hampir tak terkendali, kemudian kita membutuhkan Relosusi Jihad baru. Yang nantinya resolusi jihad itu bisa menggerakkan para santri modern saat ini bisa [minimal] memproteksi diri serta sosial kemasyarakatannya. Karena ideologi-ideologi totaliter dari luar, baik dari Barat maupun Timur, membabi buta menyerang tanpa ampun.

Penyebaran faham-faham di era digital saat ini (sebagian menyebut era 4.0 atau gen z)  yang sangat masif, menjadi tantangan baru yang membutuhkan hizib-hizib era modern. Di antara hizib hizib itu adalah “melek literasi digital”. Karena ideologi-ideologi totaliter baik yang sekular, liberal, maupun yang radikal itu disebarkan melalui tegnologi digital yang tentu saja lebih dahsyat daripada penjajahan secara fisik oleh Belanda selama kurang lebih 350 tahun yang lalu. Lantaran penjajahan model baru ini merasuk ke dalam diri setiap individu, dan itu tanpa disadari baik oleh individu itu sendiri maupun masyarakat.

Maksudnya, selain amaliyah hizib harian atau mingguan seperti yang dilakukan murid murid syeh TGKH M. Zainuddin Abdul Majid, santri juga perlu dibekali kemampuan menggunakan tegnologi digital agar bisa menjadi konsumen sebagaimana masyarakat pada umumnya.

para santri sudah seharusnya mampu mewarnai dan mampu menjadi konten kreator media sosial, seperti Whatsap, Facebook, IG, dan Youtube serta platform media sosial lainnya. Sebab, ada banyak informasi di dalam media sosial itu, tetapi tidak semua informasi itu bermanfaat. Ada banyak informasi yang justru membahayakan keyakinan dan moralitas anak-anak bangsa, seperti penyebaran hoax, ujaran kebencian, dan konten-konten lainnya yang berbau ideologis. Di sinilah, para santri diharapkan mengisi media-media sosial itu dengan konten-konten yang bermoral, terutama gagasan Islam moderat yang merahmati seluruh alam, terutama Indonesia.

Selamat hari santri 22 oktober 2024


End Note:
[1] Istilah yang dipakai untuk mengganti kata “jimat”barang siji kudu dirumat. Dalamnya sebuah tulisan biasanya rajah atau berupa ayat ayat atau do’a do’a baik dari KI-Yai ataupun dari KI- yang memiliki kelebihan.
[2] NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994) Penerbit LKIS Yogyakarta 1994.
[3] Parakan adalah desa yang di mana dahulunya bernama Gunung Sari Tarajutisna Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung 
[4] K.H. Subchi (Nama lahir: Mohamad Benjing, Nama setelah berumah tangga R Somowardojo, Nama setelah Haji:Subchi/ Subki/ Subeki) 31 Desember 1858 – 6 April 1959 merupakan seorang tokoh pejuang kemerdekaan penggagas senjata bambu runcing. Ia merupakan penasehat Barisan Bambu Runcing bersama dengan Kyai-kyai pengurus lain diantaranya K.H. Sumogunardho, K.H. M. Ali dan K.H. Nawawi.
[5] Ali Rohman, "Peran Aktivitas Hizib Nashar dalam Peningkatan Spiritual Santri"

0 comments:

Posting Komentar