Sumpah Pemuda: Refleksi atas Peran gen z dalam menghadapi Tantangan Zaman

 

Oleh: Izhab Abidin (Wakil Ketua Lakpesdam PCNU Blitar)

Sumpah pemuda:

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Ikrar Sumpah Pemuda yang dibacakan oleh Suegondo Djojopuspito ini merupakan  kristalisasi semangat kaum muda era itu untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Sumpah Pemuda juga merupakan suatu pengakuan dari kaum muda-mudi Indonesia saat itu yang di ikrarkan pada 28 Oktober 1928 di Batavia (sekarang Jakarta) mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Ini merupakan hasil keputusan Kongres Pemuda Kedua yang dilakukan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928.

Semangat nasionalisme pemuda pemudi saat itu tidak diragukan lagi. bagaimana tidak, dengan berbagai keterbatasan fasilitas yang serba canggih seperti saat ini, mereka mampu menyatukan perwakilan pemuda-pemuda Indonesia dalam rangka mencapai cita-cita negara yang merdeka adil dan makmur. Kongres Pemuda kedua ini  melibatkan pemuda dari berbagai organisasi dan latar belakang. Di antaranya:

1. Jong Java (Organisasi pemuda yang mewakili pemuda dari pulau Jawa)

2. Jong Sumatranen Bond (Organisasi yang mewakili pemuda dari Sumatra) 

3. Jong Islamieten Bond (Organisasi pemuda yang berfokus pada pemuda Muslim) 

4. Jong Bataksbond (Organisasi yang mewakili pemuda Batak) 

5. Jong Celebes (Organisasi pemuda dari Sulawesi) 

6. Pemoeda Kaoem Betawi (Organisasi pemuda yang berasal dari Betawi) 

7. Perhimpoenan Peladjar Indonesia (PPPI; Organisasi pelajar yang menjadi salah satu penggagas kongres) 

8. Jong Ambon

9. Jong Borneo

10. Jong Minahasa

11. Dan beberapa perwakilan organisasi pemuda kala itu

Menengok kembali generasi -Z

Siapa gen – z itu..?

Gen Z atau generasi Z merujuk pada kelompok individu yang lahir antara tahun 1997 sampai 2012. Mereka adalah generasi yang tumbuh dalam era digital. Di mana tehnologi dan medsos menjadi bagian integral dari kehiduan mereka sehari hari. Hidup mereka sangat familiar dengan youtube, FB, linkedin, tweter, dan banyak lagi. Bahkan mereka tidak hanya memiliki satu akun di setiap sosial media. 

Mereka tidak hanya akrab dengan perangkat seperti smartphone dan komputer, tetapi juga mengandalkan teknologi untuk berkomunikasi, belajar, bersosialisasi bahkan untuk mencari cuan.

Di sisi lain, Meskipun Indonesia saat ini sedang berproses menyelesaikan berbagai persoalan seperti korupsi, kemiskinan, pengangguran, narkoba, pornografi, hoax, ujaran kebencian, dan sebagainya. Namun pemuda-pemudi Indonesia (generasi Z) harus tetap optimis untuk berpartisipasi dan berkolaborasi melaju menuju Indonesia Maju. Sebagaimana kita ketahui, salah satu perjuangan pemuda pada masa itu adalah menjaga persatuan dan kesatuan. 

Namun, di era sekarang, rasa persatuan tersebut dapat terkikis bila generasi Z tidak mampu memanfaatkan teknologi dengan baik dan tidak dapat menoleransi untuk menerima perbedaan. Untuk menghargai perjuangan pemuda di masa lalu, generasi Z haruslah dapat melahirkan kreativitas, ide, dan inovasi untuk mempertahankan eksistensi dari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang di cita citakan dalam kongres pemuda kedua tanggal 28 oktober 1928 silam. 

Implentasi sumpah pemuda diera generasi Z

Gen Z yang dikenal sebagai generasi pertama yang tumbuh dengan internet dan tehnologi digital memiliki banyak kesempatan dalam mengimplementasikan sumpah pemuda di era digital natif. Di antaranya kemudian ketika generasi z memiliki kesadaran tinggi terhadap isu-isu sosial, mereka cenderung mendukung keberlanjutan, hak asasi manusia dan kesetaraan gender. Di sinilah meraka para gen Z bisa ikut terlibat dalam gerakan sosial melalui platfom digital mereka.

Kemudian banyak sekali  hal-hal yang dapat dilakukan generasi Z untuk mengimplementasikan makna dan tujuan dari sumpah pemuda itu sendiri. Pertama, menjadi garda terdepan dalam menghadapi masifnya berita berita hoax, karna tiap hari mereka bergelut dengan internet dan tehnologi digital, yang kemudian mereka dengan. Berita-berita hoax sebagaimana kita ketahui dapat menimbulkan perpecahan di dalam masyarakat.

Kedua, menjaga toleransi, dengan kemampuanya di bidang digital yang dapat menjangkau berita serta pengetahan luas. Gen Z berpeluang besar dalam menjaga toleransi agar tercapai keutuhan persatuan dan kesatuan. Gen Z bisa memanfaatkan momentum dengan adanya keberagaman suku, ras, agama, budaya dan bahasa indonesia sebagai pemersatu bangsa melalui kampanye dunia maya, lewat akun akun sosmed mereka dengan masif.

Ketiga, menjadi duta bahasa indonesia. Gen Z dikenal sebagai individu yang kreatif dan inovatif. Dan karena mereka sering menggunakan media sosial untuk mengekspresikan diri dan menciptakan konten baru, baik dalam bentuk video, gambar, maupun tulisan. Ini menjadi kekuatan gen Z untuk selalu megkampanyekan menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar. Dalam pembuatan konten generasi Z harus menjadi pelopor penggunaan bahasa indonesia dengan baik dan benar di tengah-tengah maraknya bahasa bahasa “seronok” gaul dan singkat asalkan viral. Video-video sort, video-video reel yang hari ini asal viral, dengan mengabaikan tata krama bahasa yang pernah di gaungkan dan termaktub dalam isi sumpah pemuda kala itu.

Dan pada ahirnya, generasi Z tidak akan kehilangan identitasnya sebagai bangsa timur dengan tata krama dan budaya adiluhungnya. Dan tetap menjaga jiwa inovatif, kreatif dan juga pragmatis yang mandiri. Teruslan menjadi pewaris semangat para pemuda yang megikrarkan sumpah pemuda karena kalian adalah generasi unik .

Selamat hari sumpah pemuda ke-96 Tahun 2024


Blitar 28 Oktober 2024

Resolusi Jihad NU: Integrasi Antara Kyai, Hizib, dan Semangat Perjuangan Santri


Oleh: Izhab Abidin (Wakil Ketua LakpesdamNU Kab. Blitar)


Hari santri yang ditetapkan presiden jokowi melalui (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 pada 15 Oktober 2015 yang kemudian diperingati oleh seluruh santri setiap tanggal 22 oktober. dan Kita hari ini memperingati Hari santri dengan duduk, ngopi tersenyum dan tertawa sambil menikmatinya. Alhamdulillah, kita dihidupkan pada tahun peringatan, bukan peristiwa. Beda kalau kita dihidupkan pada masa resolusi jihad --- yang kemudian saya membayangkan --- bagaimana rasanya ditindas penjajah, nyawa diujung tanduk, dan itu bukan karnaval 17 Agustusan. 

Masa itu betul-betul gelut adep adepan,  musuhnya senjata modern ”bedil serba otomatis”  sedang  para mujahid berbekal bambu runcing dan sebagian tetep membawa “gembolan” [1]. Itulah kenapa kita alhamdulillah dan harus selalu bersyukur dihidupkan oleh Allah dimasa peringgatan. 
 
tentara Sekutu, yang didalamnya ada tentara belanda, mendarat di Jakarta dan kota-kota besar lainya di Indonesia. Hendak kembali menduduki Indonesia dalam Agresi Militer Belanda II pasca kekalahan Jepang oleh Sekutu.

Bung karno menghitung, secara matematis ketika terjadi peperangan bisa dipastikan Indonesia kalah dan banyak korban serta kerugian finansial. Karena persenjataan mereka jauh lebih canggih dan modern serta prajurit yang terlatih. 

Atas saran Jendral Sudirman, kemudian Bung Karno mengirim utusan ke Jombang sowan ke kediaman Hadratussyeikh K.H Muhammad Hasyim Asy'ari untuk meminta fatwa tentang peperangan. Sebagai seorang kiai, Hadratussyekh Hasyim Asy’ari cukup mumpuni dalam strategi perang.
 
Kemudian Kiai Hasyim Asy’ari menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda kedua. Sebelumnya, pada 19 September 1945 banyak orang rela mati dalam peristiwa penyobekan bagian biru dari bendera Belanda [merah, putih, biru] di Hotel Yamato Surabaya. Sebelum datang Tentara Inggris pimpinan  Jenderal A.W.S. Mallaby, para santri merasa tentara asing akan datang dan perang tak bisa dihindarkan. 
 
Martin van Bruinessen[2] mencatat, pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945, wakil-wakil cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya dan menyatakan perjuangan kemerdekaan sebagai jihad (perang suci). K.H. Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) menjelaskan bahwa hampir bersamaan ketika terjadi perlawanan dahsyat dari laskar santri dan rakyat Indonesia di Surabaya pada 10 November 1945, rakyat Semarang mengadakan perlawanan yang sama ketika tentara Sekutu juga mendarat di ibu kota Jawa Tengah itu. Dari peperangan tersebut, terjadilah peperangan di daerah Jatingaleh, Gombel, dan Ambarawa antara rakyat Indonesia melawan Sekutu. 
 
Kabar terjadinya peperangan di sejumlah daerah tersebut juga tersiar ke daerah Parakan[3]. Dengat niat jihad fi sabilillah. Laskar Hizbullah dan Sabilillah Parakan ikut bergabung bersama pasukan lain. Setelah berhasil bergabung dengan ribuan tentara lain, mereka berangkat ke medan pertempuran di Surabaya, Semarang, dan Ambarawa. 
 
Sebelum berangkat, mereka sowan terlebih dahulu ke K.H. Subchi[4] Kawedanan Parakan meminta "disuwuk" atau digembleng dalam rangka mengisi dan memperkuat diri oleh berbagai macam ilmu kekebalan serta do’a restu. Kemudian Kiai Subchi memberikan bekal berupa doa kepada barisan Hizbullah dan Sabilillah.
 
Didorong semangat jihad yang digelorakan oleh Kiai Hasyim Asy’ari melalui Resolusi Jihad NU serta kesadaran agar terlepas dari belenggu penjajahan untuk masa depan anak dan cucu.  

K.H Subchi Parakan Temanggung
 
Wilayah Parakan, Temanggung adalah sima atau semacam tanah hibah bahasa lainya tanah pardikan pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di sebelah tenggara Parakan.

Pada zaman penjajahan dulu daerah Parakan terkenal dengan senjata bambu runcing, senjata yang digunakan pejuang rakyat saat itu. Salah satu tokoh penggerak para pejuang pada masa itu adalah K.H. Subchi (nama aslinya ‘Subuki’) yang dijuluki ‘Jenderal Bambu Runcing’ sedangkan tokoh-tokoh yang lain di antaranya Sahid Baidlowi, Ahmad Suwardi, Sumo Gunardo, Kyai Ali, H. Abdurrahman, Istachori Syam'ani Al-Khafidz, dan masih banyak lagi yang lain.

Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.
Meski sudah sepuh (90 tahun), solah bowo Kiai Subchi masih sigap dan cekatan. Badannya tegap, besar, dan tinggi. Pendengaran dan penglihatannya masih awas (jelas), bahkan gigi-giginya masih utuh dan kukuh. Begitulah karakteristik fisik seorang pendekar.
 
K.H. Manshur Pucungsari Blitar

Di antara tokoh yang sumbangsihnya tidak tercatat dalam sejarah adalah KH Manshur. Beliau adalah Kiai Pucung bin Kiai Abu Manshur (Kiai Thoya) dan merupakan putra ketujuh dari sembilan bersaudara. Terlahir kira-kira tahun 1881, dan wafat 1964.

Dalam banyak keterangan, Kiai Manshur adalah teman KH Bisri Syansuri (Denanyar) dan KH Abdul Wahab Chasbullah (Tambakberas) ketika nyantri ke mahaguru para kiai, yakni Syaikhona Kholil Bangkalan. Juga sebagai sahabat dekat dari Mbah Fattah Mangunsari ketika nyantri di Mbah Zainudin Mojosari Nganjuk. Beliau saudara ipar Mbah Abd. Karim, Mbah Ma’ruf Kedunglo, dan Kiai Dahlan Jampes yang sama-sama menjadi menantu Mbah Soleh Banjar Mlati.

Kiprah K.H. Manshur dalam perjuangan kemerdekaan cukup memiliki peran penting, Bahkan yang bersangkutan diberi tugas khusus oleh K.H Hasyim Asy'ari untuk menggembleng/ sekaligus “mengisi” pejuang untuk zona Blitar dan sekitarnya. Di antara santri Kiai Manshur yang dikenal masyarakt adalah Gus Maksum dan Kiai Idris Lirboyo yang masih terhitung cucu dari jalur istri. Tak mengherankan jika ijazah Dalail Khairat keduanya memang diambil sanad pada Kiai Manshur Kalipucung Blitar. Beliau wafat kira-kira dalam usia 84 tahun dan dimakamkan di desa Kalipucung Sanan Kulon Blitar.
 
Peran “Penyuwuk” dan Hizib Bagi Santri Ketika Berjuang

Hizib sebagai kumpulan doa dan zikir, memiliki peran yang sangat penting dalam konteks perjuangan melawan penjajah di Indonesia. Dalam sejarah, hizib digunakan oleh para santri dan ulama sebagai sarana untuk mendapatkan kekuatan spiritual dan perlindungan dalam menghadapi musuh. 

Hizib berasal dari bahasa Arab yang berarti "kelompok" atau "kumpulan". Dalam konteks spiritual, hizib merujuk pada bacaan doa yang memiliki tujuan tertentu. Sering kali untuk memohon perlindungan dan kekuatan dari Allah SWT. Hizib Nashar, salah satu hizib yang terkenal, dikenal sebagai penangkal musuh dan penguat iman bagi para pengamalnya[5].

Sebelum terjun ke medan perang, para santri sering melakukan pembacaan hizib untuk mempersiapkan diri secara spiritual. Pembacaan hizib ini tidak hanya memberikan ketenangan batin tetapi juga meningkatkan keyakinan mereka dalam menghadapi tantangan. Dalam konteks Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh Nahdlatul Ulama (NU), hizib menjadi bagian integral dari ritual yang dilakukan sebelum berperang.

Hizib berperan sebagai benteng spiritual bagi para santri dalam peperangan melawan penjajah. Melalui pembacaan hizib, mereka mendapatkan kekuatan dan perlindungan dari Allah SWT, serta semangat juang yang tinggi. Dalam konteks Resolusi Jihad NU, hizib menjadi simbol perjuangan yang mengintegrasikan aspek spiritual dengan taktik pertempuran. Dengan demikian, praktik hizib tidak hanya memperkuat iman tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, banyak contoh di mana hizib dibaca sebelum pertempuran dimulai. Misalnya, saat Laskar Hizbullah bersiap untuk bertempur di Surabaya dan Ambarawa, mereka melakukan pembacaan hizib untuk mendapatkan keberkahan dan perlindungan. Doa-doa ini diyakini dapat mendatangkan pertolongan ilahi dalam situasi sulit.

Hizib tidak hanya berfungsi sebagai alat spiritual tetapi juga terintegrasi dengan strategi perang. Para pemimpin seperti K.H. Hasyim Asy'ari menggunakan hizib untuk membangkitkan semangat juang para santri dan mengarahkan mereka dalam taktik pertempuran yang efektif. Dengan demikian, hizib menjadi bagian penting.

Selain Mbah Subuki dan Mbah Mansur, banyak kyai-kyai yang melambari para pejuang dengan hizib serta do’a. Seperti Kyai Abbas Buntet, dikenal sebagai salah satu ulama yang memberikan asma' (hizib) kepada pasukan sebelum pertempuran. Doa yang diberikan oleh Kyai Abbas menjadi sumber motivasi bagi para santri yang terlibat dalam pertempuran.

Kyai Hamid Babakan juga salah satu tokoh ulama yang terlibat dalam strategi perlawanan di Surabaya. Bersama Kiai Hasyim Asy'ari dan Kyai Abbas, ia membantu mengatur taktik pertempuran untuk melawan penjajah. Kyai Dalhar Watucongol dikenal karena perannya dalam menyebarkan hizib Nashar. Kiai Dalhar juga berkontribusi dalam memberikan kekuatan spiritual kepada para pejuang melalui doa-doa yang dibacakan. TG.KH M. Zainuddin Abdul Majid dengan hizib Nawawinya.

Para kiai ini tidak hanya berperan sebagai pemimpin spiritual tetapi juga sebagai penggerak fisik dalam perjuangan melawan penjajah, memadukan kekuatan doa dan semangat juang para santri dengan senjata tradisional seperti bambu runcing.

Relosusi Jihad Baru

Dalam era modern saat ini, dengan derasnya aliran informasi yang hampir tak terkendali, kemudian kita membutuhkan Relosusi Jihad baru. Yang nantinya resolusi jihad itu bisa menggerakkan para santri modern saat ini bisa [minimal] memproteksi diri serta sosial kemasyarakatannya. Karena ideologi-ideologi totaliter dari luar, baik dari Barat maupun Timur, membabi buta menyerang tanpa ampun.

Penyebaran faham-faham di era digital saat ini (sebagian menyebut era 4.0 atau gen z)  yang sangat masif, menjadi tantangan baru yang membutuhkan hizib-hizib era modern. Di antara hizib hizib itu adalah “melek literasi digital”. Karena ideologi-ideologi totaliter baik yang sekular, liberal, maupun yang radikal itu disebarkan melalui tegnologi digital yang tentu saja lebih dahsyat daripada penjajahan secara fisik oleh Belanda selama kurang lebih 350 tahun yang lalu. Lantaran penjajahan model baru ini merasuk ke dalam diri setiap individu, dan itu tanpa disadari baik oleh individu itu sendiri maupun masyarakat.

Maksudnya, selain amaliyah hizib harian atau mingguan seperti yang dilakukan murid murid syeh TGKH M. Zainuddin Abdul Majid, santri juga perlu dibekali kemampuan menggunakan tegnologi digital agar bisa menjadi konsumen sebagaimana masyarakat pada umumnya.

para santri sudah seharusnya mampu mewarnai dan mampu menjadi konten kreator media sosial, seperti Whatsap, Facebook, IG, dan Youtube serta platform media sosial lainnya. Sebab, ada banyak informasi di dalam media sosial itu, tetapi tidak semua informasi itu bermanfaat. Ada banyak informasi yang justru membahayakan keyakinan dan moralitas anak-anak bangsa, seperti penyebaran hoax, ujaran kebencian, dan konten-konten lainnya yang berbau ideologis. Di sinilah, para santri diharapkan mengisi media-media sosial itu dengan konten-konten yang bermoral, terutama gagasan Islam moderat yang merahmati seluruh alam, terutama Indonesia.

Selamat hari santri 22 oktober 2024


End Note:
[1] Istilah yang dipakai untuk mengganti kata “jimat”barang siji kudu dirumat. Dalamnya sebuah tulisan biasanya rajah atau berupa ayat ayat atau do’a do’a baik dari KI-Yai ataupun dari KI- yang memiliki kelebihan.
[2] NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994) Penerbit LKIS Yogyakarta 1994.
[3] Parakan adalah desa yang di mana dahulunya bernama Gunung Sari Tarajutisna Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung 
[4] K.H. Subchi (Nama lahir: Mohamad Benjing, Nama setelah berumah tangga R Somowardojo, Nama setelah Haji:Subchi/ Subki/ Subeki) 31 Desember 1858 – 6 April 1959 merupakan seorang tokoh pejuang kemerdekaan penggagas senjata bambu runcing. Ia merupakan penasehat Barisan Bambu Runcing bersama dengan Kyai-kyai pengurus lain diantaranya K.H. Sumogunardho, K.H. M. Ali dan K.H. Nawawi.
[5] Ali Rohman, "Peran Aktivitas Hizib Nashar dalam Peningkatan Spiritual Santri"

IFTITAH

 

Oleh: Moh. Asrofi
(Ketua LakpesdamNU 2024-2029)

Ucapan rasa syukur kepada Allah SWT selalu kita ucapan mengawali perbincangan di lembaga ini. Karena berkat rahmad dan ridlonya kita semua bisa berkumpul di dalam satu wadah yang barokah ini, yakni Lakpesdam NU Kabupaten Blitar. Tentu ini bukan karena kesengajaan melainkan atas kuasa ilahi rabbi.

Sholawat dan salam selalu kita sanjungkan kepada suri tauladan, pemimpin agung, inspirator umat manusia, yakni baginda nabi Muhammad SAW. Mudah-mudahan kita semua kelak mendapat syafaat dari beliau dan menjadikan kita sebagai orang yang selamat baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Saya meyakini bahwa yang menjadi pengurus Lakpesdam sekarang ini adalah orang-orang pilihan. Karena manjadi pengurus karena dipilih kader yang terbaik dari yang baik. Menurut Gus Dur ada beberapa tipologi kader NU. Pertama, kader cinta (ber-)NU. Cirinya biasanya dari jam 06.00 pagi sampai jam 06.00 sore ngurusi NU. Kedua, kader gila NU. Cirinya ngurusi NU masih diteruskan sampai jam 12.00 malam. Ketiga, Kader NU gila. Cirinya ngurusi NU dari jam 06.00 pagi sampai jam 06.00

Saya merasakan yang jadi pengurus lakpesdam mayoritas tidak ada dalam tiga ciri tersebut dan memunculkan tipologi baru yaitu, kader NU gila beneran. Karena seringkali berhari-hari tidak pulang hanya demi (ber-)NU.

Sepercik (Tentang) LakpesdamNU

Dalam sejarahnya Lembaga ini berdiri atas ide KH. Abdurrahman Wahid dan dibidani oleh dr. Fahmi D. Syaifuddin yang waktu itu menjabat sebagai salah seorang ketua PBNU. Awal berdirinya lakpesdam masih menjadi lajnah. Lajnah itu perangkat organisasi pelaksana NU yang perlu penanganan khusus pembawa. Tugas awal yang diemban adalah penaganan ad hoc dalam tugas khusus terkait pengembangan SDM. 

Akhirnya saat muktamar cipasung dari lajnah di rubah menjadi lembaga. Tugas yang diemban juga semakin berat untuk mendinaminasi organ ke-NU-an di lajnah, lembaga, dan badan otonomnya dalam upaya mengefektifkan organisasi.

Karena itu, Lakpesdam diandaikan sebagai lokomotif agar gerbong-gerbong NU, baik lajnah, lembaga atau badan otonom bergerak sesuai agenda besar NU, Lakpesdam bertugas melakukan pembenahan ke dalam tanpa menutup ruang untuk membuat terobosan keluar.

Bisa dikatakan lakpesdam adalah kader intelektualnya NU. Tentu saja identitas itu menjadi tanggungjawab yang sangat berat. Tapi saya yakin semua bisa mengemban amanah itu. Untuk pembangunan SDM tentu kaderisasi merupakan program utama kemudian program kajian menjadi ciri khas dari Lakpesdam di kepengurusan ini.

Mari kita semua saling bekerjasama dan sama-sama bekerja untuk khidmah kita kepada umat. Warga nahdliyin khususnya kepada semua lapisan masyarakat umumnya.

Blitar, 24 September 2024

Islam Dan Budaya Lokal

Oleh: Moh. Asrofi

Agama dan budaya merupakan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat dan keduanya ini tidak bisa dilepaskan dari suatu masyarakat. Karena agama dan budaya saling mempengaruhi. Ketika ajaran agama masuk dalam sebuah masyarakat yang berbudaya, maka akan terjadi tarik menarik antar keduanya. Demikian juga halnya dengan agama Islam. Sebab proses turunya dalam pengembangan yang dibawa rasullulah pada masyarakat Arab yang memiliki adat-istiadat dan tradisi secara turun-temurun Dan penyampaian Islam pun mengalami penyesuaian dengan masyarakat arab.

Pernah ku dengar ada hal yang menarik dalam wacana tentang budaya dan Islam. Entah apa yang ada dipikiranku saat itu rasanya hanya geli mendengarnya. Sekelompok orang mengatasnamakan Islam selalu mmembid’ahkan segala sesuatu yang ada jika itu tidak ada di Negara Arab. Kata mereka Islam itu identik dengan jenggot, tapi hal menarik lagi bahwa Abu Jahal juga berjenggot. Islam itu berjubah tetapi Abu Jahal, Abu Sofyan dan kawan-kawanya juga selalu menggunakan jubah. Lalu manakah yang budaya dan manakah yang ajaran Islam?

Perlu adanya analisa yang lebih teliti dalam membedakan mana ajaran Islam dan mana yang budaya. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sebenarnya korelasi antara budaya dengan Islam?
Hubungan antara agama dengan kebudayaan merupakan sesuatu yang ambivalen. Agama (Islam) dan budaya mempunyai Indepedensi masing-masing, dalam keadaan yang seperti ini tidak menghalangi kemungkinan manifestasi kehidupan beragama dalam bentuk budaya.

Hubungan yang seperti ini memang seperti terjadi adanya pertentangan. Kadang-kadang memang ada yang mempermasalahkan tentang peleburan antara agama dan budaya ini. Mereka berkeyakinan bahwa agama harus berdiri sendiri tanpa adanya campuran apapun.

Agama Islam sebagai agama yang universal (rahmatan lil’alamiin), memiliki sifat yang adaptable dan capable untuk tumbuh di segala tempat dan waktu. Walaupun berhadapan budaya lokal diseluruh penjuru dunia, keuniversalan islam tidak akan terkurangi sedikitpun. Tradisi Islam di daerah Jawa akan berbeda dengan tradisi Islam di daerah Sumatra, Tradisi di daerah Sumatra akan berbeda dengan tradisi Islam di daerah Kalimantan juga sulawesi. Walaupun tradisi yang berbeda-beda tetapi Islam tetap menjadi pedoman.

Hal ini dapat kita belajar pada sejarah masuknya Islam di Indonesia. Islam masuk dan menyebar luas di seluruh pelosok nusantara tanpa adanya kekerasan sedikitpun. Hal yang demikian karena metode dakwah yang digunakan tanpa kekerasan tetapi melalui akulturasi budaya. Dan budaya merupakan aspek yang pas dalam pengembangan Islam di Indonesia. Karena budaya menyentuh seluruh aspek dan dimensi cara pandang, sikap hidup serta aktualisasinya dalam kehidupan manusia. Selain itu gerakan kultural lebih integratif. Para penyebar Islam di Jawa yang dikenal dengan Wali Songo telah terbukti berhasil mengislamkan seluruh Jawa tanpa adanya tumpah darah dan damai dan yang lebih penting adalah masyarakat tanpa merasa diislamkan.

Kunci dari kesuksesan dalam menyebarkan ajaran Islam adalah karena beliau melihat celah yang ada pada masyarakat pada saat itu yaitu melalui kebiasaanya atau bisa dikatakan melalui budaya. Beliau mendialogkan antara ajaran Islam dengan budaya lokal.

Dalam pembahasan antara Islam dan budaya lokal sudah banyak sekali tetapi pembahasan hal seperti ini masih saja tetap menarik karena ada beberapa faktor diantanya, Pertama sikap akomodatif dan kooperatif ajaran Islam terhadap budaya dan tradisi lokal sangat dinamis. Hal ini disebabkan memang tuntutan akan ajaran itu sendiri agar bisa diterima masyarakat yang plural yaitu dengan mencari satu kesepahaman yang ada di masyarakat yaitu budayanya. Kedua, saat ini banyak kalangan umat Islam sendiri yang menganggap dirinya paling “Islam” sangat gencar menyerang ritual keagamaan yang ada saat ini seperti tahlilan. Yang notabene bagian dari dari budaya dan fungsinya jauh lebih manfaat lebih dari hanya sekedar ritual keagamaan yaitu sebagai wadah untuk bersosialisasi dan berinteraksi dalam mengkonsolidasikan problem-problem yang ada di sekitarnya.

Korelasi Islam Dan Budaya

Ahli sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa jangkauan kebudayaan sangatlah luas. Untuk memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membaginya menjadi lima aspek: (1) Kehidupan Spritual (2) Bahasa dan Kesustraan (3) Kesenian (4) Sejarah (5) Ilmu Pengetahuan.

Manusia mempunyai kemampuan untuk berfikir juga berkarya yang pada hasil pikiran dan karyanya disebut dengan kebudayaan. Dan hasil dari pikiran manusia inilah yang kemudian menjadi tata cara dan prilaku manusia. Dalam berfikir dan juga berkarya manusia tidak ada yang bebas sama sekali. Pengalaman-pengalaman dan kondisi masyarakat selalu mengintervensi dari cara berfikir manusia itu sendiri. menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasi diri dari roh ilahi. Sehingga dalam hasil pikiran yang menjadi tradisi dan hasil pikiran manusia pada dasarnya selalu berasal dari realisasi dari tuhanya.

Islam agama yang universal (rahmatal lil ‘alamiin) dan inilah yang menjadi karakteristiknya. Menurut Irfan Salim ada tujuh yang menjadi karakteristik Islam: (1) Rabbaniyah, (2) Insaniyah (Humanistik), (3) Syumul (totalitas) yang mencakup unsur keabadian, universalisme dan menyenteh seluruh aspek manusia (ruh, akal, hati, dan badan), (4) Wasathiyah (moderat dan seimbang), (5) Waqi’iyah (realitas), (6) Jelas dan gamblang (7) Integrasi antara al-Tsabat al-Murunah (permanen dan elastis).

Walapun Islam agama yang universal yang bisa menembus batas waktu dan zaman (shalihun li kulli zaman wa makan), tetapi tidak bisa dinafikan bahwa unsur arab memiliki keistimewaan dalam Islam. Menurut Dr. Imarah hal ini dapat dipahami, Islam diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah keturunan bangsa Arab Quraish. Mukjizat yang diturunkan kepada beliau pun yang berupa Al-qur’an diturunkan dengan bahasa arab yang nilai estetika sastranya dapat mengungguli para sastrawan terkemuka dari Arab sepanjang sejarah. Dan untuk memahami dan menguasai Al-qur’an sangat sulit sekali kecuali dengan bahasa Arab. Bahasa arab pun dalam hal ini perlu menguasai sastra Arab seperti Nahwu dan Sharaf. Jadi tidak secara mudah Al-qur’an ditafsirkan. Bisa berbicara Arab belum tentu menguasai Nahwu Sharaf dan belum tidak bisa begitu saja menafsiri Al-qur’an dalam rangka memahami dan menguasai Al-qur’an. Implikasinya, Islam menuntut pemeluknya jika ingin menyelami dan mendalami makna Al-qur’an, maka hendaknya “mengarabkan diri”. Mengarabkan diri bukan berarti tuntutan segala sesuatu meniru Arab tetapi bagaimana penguasaan terhadap bahasa sastra Arab dalam rangka untuk mencari substansi nilai-nilai ajaran dari Islam.

Memang sebuah kenyataan, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama adalah simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya. Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan agama. Tetapi keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi (parennial) dan tidak mengenal perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relatif dan temporer. Agama tanpa kebudayaan memang dapat bekembang sebagai agama pribadi, tetapi tanpa kebudayaan agama sebagai kolektivitas tidak akan mendapat tempat.

Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong manusia untuk “berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama.

Dari Tradisi ke Tradisi

Al-mufahazat ‘ala qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik), nampaknya inilah yang menjadi pedoman dan menjadi inspirasi pemikiran akulturasi Islam dengan budaya lokal. Memang inilah fakta yang ada di Indonesia. Islam mampu mengakomodasi seluruh budaya lokal menjadi kekuatan dan alat untuk mengembangkan Islam. Dan harus diakui sejarah bahwa sekarang umat Islam terbesar di seluruh dunia ada di Indonesia dan ini tak lepas adanya akulturasi ajaran agama (Islam) dengan nilai-nilai lokal.

Lir-ilir, lir-ilir
tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jrumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako... surak hiyo...

Sayup-sayup bangun (dari tidur)
Tanaman-tanaman sudah mulai bersemi
Demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru
Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu
Walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian
Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore
Selagi sedang terang rembulannya
Selagi sedang banyak waktu luang
Mari bersorak-sorak ayo...

Maksudnya:
Makin subur dan tersiarlah agama Islam yang benar, yang disiarkan oleh para aulia dan mubaligh. Hijau adalah warna dan lambang agama Islam. Dikira pengantin baru, maksudnya, agama Islam begitu menarik dan kemunculannya yang baru diibaratkan bagaikan pengantin baru. Cah angon atau penggembala, diibaratkan dengan penguasa yang ‘menggembalakan’ rakyat. Para penguasa itu disarankan untuk segera masuk agama Islam (disimbolkan dengan buah belimbing yang mempunyai bentuk segi lima sebagai lambang rukun Islam). Walaupun licin, susah, tetapi usahakanlah agar dapat masuk Islam demi mensucikan dodot (Dodot adalah jenis pakaian tradisional Jawa yang sering dipakai pembesar jaman dulu. Bagi orang Jawa, agama adalah ibarat pakaian, maka dodot dipakai sebagai lambang agama atau kepercayaan). Pakaianmu, (yaitu) agamamu sudah rusak, karena sudah tidak sesuai lagi moral-moral pemeluk agama dengan agama yang diyakininya. Agama yang sudah rusak itu jahitlah (perbaiki), sebagai bekal menghadap Tuhan. Selagi masih hidup, masih ada kesempatan bertobat. Bergembiralah, semoga kalian mendapat anugerah dari Tuhan.
Ini merupakan salah satu contoh bagian kebudayaan Jawa yang telah bercampur dengan nilai-nilai Islam. Budaya-budaya yang dahulunya sudah ada kemudian budaya itu tidak ditentang tetapi budaya itu ditinjau kembali dan dikembangkan menjadi budaya baru yang lebih sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.

PENGURUS LAKPESDAM PCNU KABUPATEN BLITAR

PENGURUS LAKPESDAM PCNU KABUPATEN BLITAR
PERIODE 2024-2029

Penasehat:

PCNU Kabupaten Blitar
K. Ahmad Mudlofi, S.Ag, M.Hi
Dr. M. Arif Faizin, M.Ag
K. Farkhan Ma’ruf, S.PdI
Masrukin, M.Pd
Heri Setyono, S.Pd
Putut Dairobi, S.PdI

Ketua: Moh. Asrofi

• Wakil Ketua: Ghulam Muzakki

• Wakil Ketua: Azhari 

• Wakil Ketua: Titin Dwi Susanti

• Wakil Ketua: Sulis Sindu Wasoni

• Wakil Ketua: Izhab Abidin

• Wakil Ketua: Setyoadi Pambudi


Sekretaris: Choirul Mubtadiin

• Wakil Sekretaris: Ubaidillah Muzaki

• Wakil Sekretaris: M. Yaun Abadi

• Wakil Sekretaris: Zulia Khoirun Nisa

• Wakil Sekretaris: M. Fatkhul Ulum

• Wakil Sekretaris: M. Mahmud Muafiq

• Wakil Sekretaris: Mohamad Sodiq


 Divisi Kaderisasi, Pendidikan, & Pelatihan

Imam Maliki

M. Miftahul Ulum

Muhamad Samsul Huda


 Divisi Riset dan Pengembangan Program

Ufik Rohmatul Fitria

Imam Taufiq

Moch. Rizal Bahtiar Busro


 Divisi Kajian Isu Strategis

Nurhanik

Eva Wulan Septiana

Moch. Tajud

Huda Yusuf


 Divisi Jaringan & Kerjasama

Muhammad Ainun Rofiq

Fuad Ash Shiddiqi

Moh. Alqhoswatu Taufik

Nanang Habibi


PROFIL



LAKPESDAM PCNU KABUPATEN BLITAR

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Blitar, disingkat LAKPESDAM-PCNU, dan selanjutnya disebut LAKPESDAM, adalah perangkat PCNU Blitar yang berfungsi sebagai lembaga kajian isu-isu strategis dan pemberdayaan manusia untuk transformasi sosialyang berkeadilan dan bermartabat.


PERAN DAN FUNGSI

  1. Melakukan kajian isu-isu strategis kebangsaan dan keislaman
  2. Melakukan advokasi kebijakan publik dasar khususnya terkait pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial.
  3. Memberikan dukungan data, analisis, dan argumentasi, dan alternatif rumusan kepada PCNU dlam perumusan sikap dan kebijakan organisasi
  4. Mengarusutamakan pelaksanaan nilai-nilai islam ahlusunnah waljamaan an-nahdliyah yang moderat, toleran, mengakui dan menghargai keragaman, ramah, dan berkeadilan
  5. Mendinamisasi pemberdayaan manusia
  6. Memfasilitasi kaderisasi di lingkungan NU
  7. Mengelola pengetahuan dan sumber-sumbernya agar memberikan manfaat dalam pemberdayaan manusia dan pengembangan ilmu